Selamat ulang tahun pangkajene dan kepulauan


Kendari, faktualsulsel.com–Jumat , (13/3) Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1 A Kendari, Kedatangan tamu .Entah urusan apa kedatangan mereka ke PN kelas 1 Kendari itu, namun para pegawai di lingkup PN Kendari bungkam ditanyai tentang masalah tersebut. Humas PN Kendari pun tidak bisa ditemui. Alasannya sedang ada pemeriksaan. Wartawan media ini hanya menuliskan nama saja di buku tamu PN Kelas 1 A Kendari.

” pak Humas hari ini belum bisa ditemui pak, lagi ada pemeriksaan dari tadi pagi ,”ungkap seorang pegawai PN 1 Kendari tanpa mengatakan pihak yang memeriksa dan siapa saja yang diperiksa.

Spekulasi kedatangan tamu yang diketahui tersebut, mengundang pertanyaan apakah terkait laporan seorang wanita berinisial RM melalui pengacaranya, Helmax Alex Sebastian Tampubolon.

Melalui kuasa hukumnya sebelumnya melaporkan sejumlah hakim PN kelas 1 ke MA dan KY pada tanggal 21 Januari 2020 lalu di Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudiasial (KY), atas dugaan pelanggaran kode etik dan prilaku hakim saat memutuskan perkara perdata.

Sementara itu, Kuasa hukum dr. RM, Yahya Tulus Nami,SH, yang dikonfirmasi via Whats app, Jumat,(13/3/2020) menuturkan, sehari sebelum kedatangan MA ke PN Kendari, tim kuasa hukum dr. RM terlebih dulu hadir memenuhi undangan pemeriksaan oleh Bawas MA, tepatnya pada Kamis, ( 12/3/ 2020) sekitar pukul 08.00 WIB.

” Kami hadir memenuhi undangan pemeriksaan oleh( Bawas) MA Republik Indonesia atas laporan pengaduan kami sebelumnya yang terdaftar dengan Agno: 0081/BP/A/I/2020 tanggal 21 Januari 2020,” ungkapnya.

Adapun beberapa poin dalam pemeriksaan tersebut yang disampaikan kepada Hakim Tinggi Pengawas di Bawas MA RI adalah Kantor Hukum HASTA & Partner telah teregister dan tercatat pada Kepaniteraan bagian Hukum PN Kendari sebagai Kuasa Hukum tergugat, dalam Perkara Perdata No. 13/Pdt.G/2019/PN. Kdi. Dalam Putusan Pengadilan Negeri Kendari tertanggal 30 Desember 2019, perkara tersebut tidak dicatatkan maupun di cantumkan sebagai Kuasa Hukum tergugat.

Sebelumnya, pada tanggal 28 November 2019, kami telah menghadiri persidangan Perkara Perdata No. 13/Pdt.G/2019/PN. Kdi tersebut dengan mengajukan saksi dan bukti tambahan. Akan tetapi lanjut Yahya, saksi yang diajukan di tolak oleh Majelis Hakim.

” Bukti Tambahan yang telah kami persiapkan bersamaan dengan kesimpulan pada agenda persidangan tanggal 9 Desember 2019 juga tidak di pertimbangkan,” keluhnya.

Didalam eksepsi lanjutnya, sangat jelas pihak tergugat membahas tentang Kompentesi Relatif, bahwa Penggugat dan Tergugat berdomisili di DKI Jakarta.

“Anehnya, hal ini juga tidak di pertimbangkan oleh Majelis Hakim dalam memutuskan Perkara,” kesalnya lagi.

Bahwa Di dalam Putusan tanggal 30 Desember 2019 termuat secara jelas bahwa majelis hakim telah melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada tanggal 06 November 2019, sementara pada tanggal 28 November 2019 masih ada agenda persidangan.

” Bahwa adanya ultra petita, yakni majelis hakim dalam memutuskan suatu perkara melebihi daripada apa yang diminta oleh penggugat. Dalam hal ini penggugat hanya memohonkan tiga hal ke PN Kendari. Tapi, oleh hakim yang menangani perkara itu malah memutuskan empat hal,”tutupnya.

(Laporan:Edi)

By Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *